A. Pengertian
Logoterapi (Frankl)
Terapi
yang mengusahakan agar kehidupan senantiasa berguna bagi diri sendiri,
keluarga, masyarakat dan agama. Menurut Frankl (2004) logoterapi memiliki
wawasan mengenai manusia yang berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu
dengan lainya erat hubunganya dan saling menunjang yaitu:
a. Kebebasan
berkehendak ( Freedom of Will )
Dalam
pandangan Logoterapi manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai
kebebasan. Kebebasan disini bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan
yang bertanggungjawab. Kebebasan manusia bukanlah kebebasan dari (freedom from)
kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiokultural tetapi lebih kepada
kebebasan untuk mengambil sikap ( freedom to take a stand ) atas
kondisi-kondisi tersebut. Kelebihan manusia yang lain adalah kemampuan untuk
mengambil jarak ( to detach ) terhadap kondisi di luar dirinya,
bahkan manusia juga mempunyai kemampuan-kemampuan mengambil jarak terhadap
dirinya sendiri ( self detachment ). Kemampuan-kemampuan inilah yang
kemudian membuat manusia disebut sebagai “ the self deteming being” yang
berarti manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap
penting dalam hidupnya.
b. Kehendak
Hidup Bermakna ( The Will to Meaning )
Menurut
Frankl, motivasi hidup manusia yang utama adalah mencari makna. Ini berbeda
denga psikoanalisa yang memandang manusia adalah pencari kesenangan atau juga
pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari kekuasaan. Menurut
logoterapi ( Koeswara, 1992 ) bahwa kesenagan adalah efek dari pemenuhan makna,
sedangkan kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna itu. Mengenal
makna itu sendiri menurut Frankl bersifat menarik ( to pull ) dan
menawari ( to offer )bukannya mendorong ( to push ). Karena
sifatnya menarik itu maka individu termotivasi untuk memenuhinya agar ia
menjadi individu yang bermakna dengan berbagai kegiatan yang sarat
dengan makna.
c. Makna
Hidup ( The Meaning Of Life )
Makna
hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan
serta memberikan nilai khusus bagi seseorang ( Bastaman, 1996 ). Untuk tujuan
praktis makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup. Makna hidup
bisa berbeda antara manusia satu dengan yang lainya dan
berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting bukan makna
hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu.
Setiap manusia memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus.
Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak
bisa diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik
untuk menyelesaikan tugasnya ( Frankl, 2004)
B. Tujuan
Logoterapi
Agar
dalam masalah yang dihadapi klien dia bisa menemukan makna dari penderitaan dan
kehidupan serta cinta. Dengan penemuan itu klien akan dapat membantu dirinya
sehingga bebas dari masalah tersebut.
C. Fungsi
dan Peran Terapis
1.Menjaga
hubungan yang akrab dan pemisahan ilmiah
2.Mengendalikan
filsafat pribadi
3.Terapis
bukan guru atau pengkhotbah
4.Memberi
makna lagi pada hidup
5.Memberi
makna lagi pada penderitaan
6.Menekankan
makna kerja
7.Menekankan
makna cinta
D. Hubungan
Klien dengan Terapis
Dalam
logoterapi, konseli mampu mengalami secara subjektif persepsi persepsi tentang
dunianya. Dia harus aktif dalam proses terapeutik, sebab dia harus memutuskan
ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa dan kecemasan-kecemasan apa yang
akan dieksplorasi. Memutuskan untuk menjalani terapi saja sering merupakan
tindakan yang menakutkan. Konseli dalam terapi ini, terlibat dalam pembukaan
pintu diri sendiri. Pengalaman sering menakutkan atau menyenangkan dan
mendepresikan atau gabungan dari semua perasaan tersebut.
Dengan
membuka pintu yang tertutup, konseli mampu melonggarkan belenggu deterministic
yang telah menyebabkan dia terpenjara secara psikologis. Lambat laun konseli
mulai sadar, apa dia tadinya dan siapa dia sekarang serta klien lebih mampu
menetapkan masa depan macam apa yang diinginkannya. Melalui proses terapi,
konseli bisa mengeksplorasi alternative-alternatif guna membuat
pandangan-pandangan menjadi nyata.
Menurut
Frankl (1959), pencarian makna dalam hidup adalah salah satu ciri manusia.
Dalam pandangan para eksistensialis, tugas utama konselor adalah mengeksplorasi
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ketidakberdayaan, keputusasaan,
ketidakbermaknaan, dan kekosongan eksistensial. Tugas proses terapeutik adalah
menghadapi masalah ketidakbermaknaan dan membantu Konseli dalam membuat makna
dari dunia yang kacau. Frankl menandaskan bahwa fungsi Konselor bukanlah
menyampaikan kepada Konseli apa makna hidup yang harus diciptakannya, melainkan
mengungkapkan bahwa Konseli bisa menemukan makna, bahkan juga dari penderitaan,
karena penderitaan manusia bisa diubah menjadi prestasi melalui sikap yang
diambilnya dalam menghadapi penderitaan itu.
Buhler
dan Allen (1972) sepakat bahwa psikoterapi difokuskan pada pendekatan terhadap
hubungan manusia alih-alih sistem teknik. Para ahli psikologi humanistik
memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
1.
Mengakui pentingya pendekatan dari pribadi ke konselor
2.
Menyadari peran dari tanggung jawab Konselor
3.
Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
4.
Berorientasi pada pertumbuhan
5.
Menekankan keharusan Konselor terlibat dengan Konseli sebagai suatu
pribadi
yang menyeluruh
6.
Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan
Konseli
7.
Memandang Konselor sebagai model, dalam arti bahwa Konselor dengan gaya
hidup
dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implisit
menunjukkan
potensi Konseli bagi tindakan kreatif dan positif
8.
mengakui kebebasan Konseli untuk mengungkapkan pandangan dan untuk
mengembangkan
tujuan-tujuan dan nilainya sendiri
9.
bekerja ke arah mengurangi ketergantungan Konseli serta meningkatkan kebebasan
Konseli.
E. Teknik
Logoterapi
Victor
Frankl dikenal sebagai terapis yang memiliki pendekatan klinis yang detail.
Diantara teknik-teknik tersebut adalah yang dikenal dengan intensi paradoksal,
yang mampu menyelesaikan lingkaran neurotis yang disebabkan kecemasan anti sipatori
dan hiper-intensi. Intensi paradoksal adalah keinginan terhadap sesuatu yang
ditakuti.
Seorang
pemuda yang selalu gugup ketika bergaul dengan banyak disuruh Frankl untuk
menginginkan kegugupan itu. Contoh lain adalah masalah tidur. Menurut Frankl, kalau
anda menderita insomnia, anda seharusnya tidak mencoba berbaring ditempat
tidur, memejamkan mata, mengosongkan pikiran dan sebagainya. Anda justru harus
berusaha terjaga selama mungkin. Setelah itu baru anda akan merasakan adanya
kekuatan yang mendorong anda untuk melangkah ke kasur.
Teknik
terapi Frankl yang kedua adalah de-refleksi. Frankl percaya bahwa sebagian
besar persoalan kejiwaan berawal dari perhatian yang terlalu terfokus pada diri
sendiri. Dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada
orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Misalnya,
kalau mengalami masalah seksual, cobalah memuaskan pasangan anda tanpa
memperdulikan kepuasan diri anda sendiri. Atau cobalah untuk tidak memuaskan
siapa saja, tidak diri anda, tidak juga diri pasangan anda.
F. Kelebihan
Logoterapi
Logoterapi
mengajarkan bahwa setiap kehidupan individu mempunyai maksud, tujuan, makna
yang harus diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup kita tidak lagi
kosong jika kita menemukan suatu sebab dan sesuatu yang dapat mendedikasikan
eksistensi kita
G. Kekurangan
Logoterapi
Ada
beberapa klien yang tidak dapat menunjukan makna hidupnya sehingga timbul suatu
kebosanan merupakan ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat apatis,
perasaan tanpa makna, hampa, gersang, merasa kehilangan tujuan hidup, meragukan
kehidupan. Sehingga enyulitkan konselor untuk melakukan terapi kepada klien
tersebut.
Pengertian
Rational Emotive Therapy
Terapi Emotif Rasional adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan yang tidak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.
Secara
ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga ke yakinan irasional:
1.
“Saya harus punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak
berguna”
2.
“Orang lain harus memahami dan mempertimbang kan saya, atau mereka akan
menderita”.
3.
“Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”.
Tujuan
Konseling Rasional – Emotif : Memperbaiki dan meruban sikap,
persepsi, cara berfikir, keyakinan serta pandangan klien yang irasional dan
logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri,
meningkatkan self actualizationnya seoptimal mungkin melalui prilaku kognitif
dan afektif yang positif. Menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri
sendiri,seperti rasa benci,rasa takut, rasa bersalah,rasa berdosa, rasa cemas,
rasa was-was, dan rasa marah dengan melatih system keyakinan hidup secara
rasional serta membangkitkan keberanian untuk memiliki kepercayaan dan
kemampuan diri sendiri dalam menghadapi masa depan.(Sayekti Pujosuwarno
1993:14)
Secara
lebih khusus Ellis (Corey, 1986; 215) menyebutkan bahwa terapi ini akan
tercapai pribadi yang ditandai dengan :
1)
Minat kepada diri sendiri
2)
Minat sosial
3)
Pengarahan diri
4)
Toleransi terhadap pihak lain
5)
Fleksibelitas
6)
Menerima ketidakpastian
7)
Komitmen terhadap sesuatu diluar dirinya
8)
Berfikir ilmiah
9)
Penerimaan diri
10)
Berani mengambil resiko
11)
“Non utopianism” yaitu menerima kenyataan.
Karakteristik
terapi rasional-emotif
1.
Aktif-direktif
Dalam
hubungan konseling lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan
memecahkan masalah
2.
Kognitif-eksperiensial
Hubungan
yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan
pemecahan masalah yang rasional
3.
Emotif-eksperiensial
Hubungan
yang dibentuk juga melihat aspek emotif klien dengan mempelajari sumber
gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang
mendasari gangguan tersebut.
4.
Behavioristik
Hubungan
yang dibentuk harus menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan perilaku dalam
diri kliennya
5.
Kondisional
Hubungan
dalam terapi rasional – emotif dilakukan dengan membuat kondisi tertentu
terhadap klien melalui berbagai teknik kondisioning untuk mencapai tujuan
terapi konseling.
Gambaran
tentang apa yang dilakukan oleh seorang praktisi rasional-emotif
Mengajak
klien untuk menanggalkan ide-ide rasional yang mendasari gangguan emosional dan
perilaku.
Menantang
klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional.
Menunjukkan
kepada klien asas ilogis dalam berfikir.
Menggunakan
analisis logis untuk mengurangi keyakinan irasional klien.
Menunjukkan
bahwa keyakinan irasional ini adalah kooperative. Menggunakan humor untuk
menantang irasionalitas pemikiran klien.
Menjelaskan
kepada klien bagaimana ide yang irasional ini dapat ditempatkan kembali atau
didistribusikan kepada ide-ide rasional yang harus secara empirik
melatarbelakangi kehidupannya
Mengajarkan
bagaimana mengaplikasikan pendekatan ilmiah, obyektif dan logis dalam berfikir.
Peran Konselor
Dalam
proses konseling pendekatan RET ini ,peran konselor aktif ,direktif namun tetap
obyektif. Konselor meyakinkan konseli bahwa pikiran rasional dan irasional
harus dipisahkan. Setelah itu konselor menunjukkan bahwa pikiran irasional itu
adalah sumber dari permasalahan yang sedang dihadapi konseli. Pada konseling
RET ,konselor dapat menjadi model bagi konseli yang mengarahkan konseli untuk
membebaskan diri dari pikiran irasional.
Aktif:
berbicara, mengkonfrontasikan (yang irrasional), menafsirkan, menyerang
falsafah yang menyalahkan diri
Direktif
–
Menerangkan ketidakrasionalan yang dialami & yang ditunjukkan : verbal,
sikap, perilaku)
–
Membujuk
–
Mengajari klien (untuk menggunakan metode-metode perilaku : PR, desentisasi,
latihan asertif dsb)
Peranan
konselor dalam proses konseling rasional-emotif akan nampak dengan jelas dalam
langkah konseling sebagai berikut:
a.
Langkah Pertama : Dalam Langkah ini konselor berusaha menunjukkan kepada klien
bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya
yang tidak rasional.
b.
Langkah Kedua : Peranan Konselor adalah menyadarkan klien bahwa pemecahan
masalah yang dihadapinya merupakan tanggung jawab sendiri.
c.
Langkah Ketiga : Konselor berperan mangajak klien menghilangkan cara
berpikirdan gagasan yang tidak rasional.
d.
Langkah keempat : Peranan konselor adalah mengembangkan pandangan – pandangan
yang realistis dan menghindarkan diri dari keyakinan yang tidak rasional.
Deskripsi Proses
Konseling
Tugas
konselor menurut Ellis adalah membantu individu yang tidak bahagian dan
menghadapi hambatan, untuk menunjukkan bahwa :
Kesulitannya
disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran yang tidak logis
Usaha
memperbaikinya adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan
Konselor
yang efektif akan membantu klien untuk mengubah pikiran, perasaan, danperilaku
yang tidak logis.
Tujuan
utama terapi rasional-emotif adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi
diri mereka merupakan sumber gangguan emosionalnya.
Kemudian
membantu klien agar memperbaiki cara berpikir,merasa,dan berperilaku ,sehingga
ia tidak lagi mengalami gangguan emosional di masa yang akan datang.
Proses Terapi
(konseling)
(a)
Konselor berusaha menunjukan klien kesulitan yang dihadapi sangat berhubungan dengan
keyakinan irrasional, dan menunjukan bagaimana klien harus bersikap rasional
dan mampu memisahkan keyakinan irrasional dengan rasional.
(b)
Setelah klien menyadari gangguan emosi yang bersumber dari pemikiran
irrasional, maka konselor menunjukan pemikiran klien yang irrasional, serta
klien berusaha mengubah kepada keyakinan menjadi rasional.
(c)
Konselor berusaha agar klien menghindari diri dari ide-ide irrasionalnya, dan
konselor berusaha menghubungkan antara ide tersebut dengan proses penyalahan
dan perusakan diri.
(d)
Proses terakhir konseling adalah konselor berusaha menantang klien untuk
mengembangkan filosofis kehidupannya yang rasional, dan menolak kehidupan yang
irrasional dan fiktif dengan memperbaiki cara berpikir,merasa,dan
berperilaku ,sehingga ia tidak lagi mengalami gangguan emosional di masa yang
akan datang .
Teknik-teknik
terapi
Teknik
emotif (afektif)
Teknik
Assertive Training , yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, medorong dan
membiasakan klien untuk terus menerus menyesuaikan diri dengan perilaku
tertentu yang diinginkan.
Teknik
sosiodrama, yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang
menekan (perasaan negatif) melalui suasana yang didramatisasikan.
Teknik
self modeling atau diri sebagai model, yakni teknik yang digunakan untuk
meminta klien agar berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk
menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu.
Teknik
imitasi, yakni teknik yang digunakan dimana klien diminta untuk menirukan
secara terus menerus soal model perilaku tertentu dengan maksud menhadapi dan
menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
Teknik
Behavioristik
Teknik
reinforcement / penguatan, yaitu teknik yang digunakan untuk mendorong klien
kearah perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian
verbal (reward) ataupun punishment/ hukuman.
Teknik
social modeling/ penguatan modeling, yakni teknik yang digunakan untuk
memberikan perilaku-perilaku baru kepada klien.
Teknik
live models/ model dari kehidupan nyata, yang digunakan untuk menggambarkan
perilaku tertentu.
Teknik-teknik
kognitif
Home
work assigments/ pemberian tugas rumah , klien diberikan tugas rumah untuk
berlatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu
yang menurut pola perilaku yang diharapkan.
Teknik
Assertive , teknik yang digunakan untuk melatih keberanian klien dalam
mengekspresikan perilaku tertentu yang diharapkan melalui role playing atau
bermain peran.
Bibliotherapy,
teknik yang digunakan untuk membalikkan pola pikir irasional dan ketidaklogisan
dalam diri konseli yang menyebabkan permasalahan lewat buku-buku. Konselor
memilih buku-buku bacaan yang sekiranya dapat membantu konseli dalam mengubah
pola pikir irasional menjadi rasional.
Terapi
tingkah laku dalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada
berbagai teori tentang belajar. Terapi ini menyertakan penerapan yang
sistematis prinsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku ke arah
cara-cara yang lebih adaptif. Berlandaskan teori belajar, modifikasi tingkah
laku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling
dan psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan tingkah laku. Pada dasarrnya,
terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru,
pengapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan
tingkah laku yang diinginkan.
Tujuan dan Peran
terapis
Terapis
tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian
treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan
pada masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapis tingkah laku secara khas
berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mengdiagnosis tingkah laku
yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang
diharapkan, mengarah pada tingkah laku yang baru. Krasner (1967) menunjukkan
bahwa peran terapis adalah memanipulasi dan mengendalikan psikoterapi dengan
pengetahuan dan kecakapannya menggunakan teknik-teknik belajar dalam suatu
situasi perkuatan social.
Ciri-ciri unik
terapi tingkah laku
Terapi
tingkah laku, berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai
oleh (a) pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (b)
kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment, (c) perumusan prosedur
treatmen yang spesifik yang sesuai dengan masalah, dan (d) penaksiran objektif
atas hasil-hasil terapi.
Pengondisian
klasik versus pengondisian operan
Dua
aliran utama membentuk esensi metode-metode dan teknik-teknik pendekatan terapi
yang berlandaskan teori belajar, pengondisian klasik dan pengondisian operan.
Pengondisian klasik, atau disebut pengondisian responden, berasal dari karya
Pavlov. Pada dasarnya pengondisian klasik melibatkan stimulus tak berkondisi (UCS)
yang secara otomatis membangkitkan respons berkondisi (CR), yang sama dengan
respons tak berkondisi (UCR) apabila diasosiasikan dengan stimulus tak
berkondisi. Jika UCS dipasangkan dengan suatu stimulus berkondisi (CS), lambat
laun CS mengarahkan kemunculan CR.
Pengondisian
operan, satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang berlandaskan
teori belajar, melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan
tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul.
Pengondisian operan ini dikenal juga dengan sebutan pengondisian instrumental
karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental bisa dimunculkan oleh
organisme yang aktif sebelum perkuatan diberikan untuk tingkah laku tersebut.
Skinner mengembangkan prinsip-prinsip perkuatan yang digunakan pada upaya
memperoleh pola-pola tingkah laku tertentu yang dipelajari. Dalam pengondisian
operan, pemberian perkuatan positif bisa memperkuat tingkah laku, sedangkan
pemberian perkuatan negatif bisa memperlemah tingkah laku.
Proses
kondisioning (operant conditioning) tidak jauh berbeda dari kondisioning klasik
(clasic conditioning) Pavlov. Keduanya terdapat stimulus dan respons tak
terkondisi serta stimulus dan respon terkondisi. Tetapi dalam percobaan pavlov
anjing mengeluarkan air liur dalam kondisi pasif, sedangkan dalam percobaan
Skinner tikus aktif mengubah situasi dengan menekan tombol demi tercapainya
kebutuhan yaitu makanan. Menurut Skinner terdapat dua prinsip umum yang
berkaitan dengan kondisioning operan, yaitu :
Setiap
respons yang diikuti oleh reward →ini bekerja sebagai reinforcement stimuli →
akan cenderung diulangi.
Reward
atau reinforcement stimuli akan meningkatkan kecepatan (rate) terjadinya
respons.
Teori
Modeling Bandura
Menurut
Albert Bandura, proses belajar terjadi melalui peniruan (imitation) terhadap
perilaku orang lain yang dilihat atau diobservasi oleh seorang anak. Kita
belajar dengan mengamati apa yang dilakukan oleh orang lain. Anak melihat
perilaku orang lain dan kemudian mengadopsi perilaku tersebut. Untuk
membuktikan hal tersebut, Bandura (1965) melakukan sebuah penelitian terhadap
sejumlah anak pra-sekolah yang dibagi atas tiga kelompok. Kepada anak-anak itu
diperlihatkan sebuah film yang di dalamnya anak dapat mengobservasi seorang
dewasa yang berperilaku agresif terhadap sebuah boneka yang diberi nama Bobo
Doll. Kelompok pertama diperlihatkan sebuah film yang di dalamnya si model
masuk ke dalam sebuah ruangan dan memukuli secara agresif Bobo Doll. Kemudia dia
diberi hadiah berupa permen dan minuman botol karena perilakunya tersebut. Pada
kelompok kedua diputarkan sebuah film yang di dalamnya si model masuk sebuah
ruangan, kemudia memukuli Bobo Doll, tetapi kemudian si model dikritik dan
diberi hukuman karena tindakan agresifnya tersebut. Pada kelompok ketiga
diputarkan sebuah film yang memperlihatkan si model masuk dalam sebuah ruangan
yang didalamnya terdapat ruangan boneka Bobo Doll dan yang kemudian dipukulinya
secara agresif. Pada akhir film si model tidak diberi hukuman dan tidak juga
mendapat hadiah. Artinya, tidak ada konsekuensi apa-apa terhadap perilaku
agresifnya tersebut.
Selanjutnya,
anak-anak dari ketiga kelompok yang menonton film berbeda dibicarakan sendirian
dalam sebuah ruangan yang berisi banyak alat mainan, termasuk boneka Bobo Doll.
Perilaku anak di observasi melalui jendela dengan kaca satu arah. Ternyata,
anak-anak yang menonton film yang didalamnya perilaku aggressor mendapat hadiah
(kelompok pertama) atau tidak mendapat hadian (kelompok tiga) secara spontan
meniru perilaku model (aggressor). Mereka memukuli Bobo Doll itu secara
agresif. Jumlah anak yang meniru tingkah laku model lebih banyak di kedua
kelompok inidibandingkan dengan mereka yang menyaksikan film yang didalamnya si
model mendapat hukuman (kelompok dua).
Dari
penelitian Bandura tersebut dapat disimpulkan belajar melalui observasi dapat
terjadi hanya dengan menonton model nya saja dan melalui observasi tersebut
seorang anak dapat belajar berperilaku. Mungkin anak tidak langsung memberikan
respon (perilaku) yang langsung dapat diobservasi, tetapi anak menyimpan apa
yang diobservasinya tersebut dalam bentuk kognitifnya (cognitive form), bentuk
kognitif ini tetap aktif dalam diri anak dan pada saat anak berada pada situasi
atau kondisi yang serupa, secara spontancognitive form tadi turut serta
menentukan perilaku si anak dalam kondisi tersebut. Hal ini lah yang
menyebabkan sifat-sifat dan reaksi-reaksi emosional seorang anak menyerupai
reaksi emosional kedua orang tuanya. Nenk moyang kita telah menyadari hal ini
secara intuitif ketika mereka merumuskan adagium, “buah jatuh tidak jauh dari
pohonnya”.
Perilaku
model yang telah diobservasi anak melalui tayangan TV, video-video (VCD/DVD),
atau video game dapat menjadi bahan cognitive form si anak.
Model perilaku cognitive form tersebut menjadi bahan referensi bawah
sadar, yang apabila anak bertemu dnegan situasi yang serupa kelak akan
memberikan respon seperti dia telah melihat bagaimana modelnya memberi respon.
Teknik-teknik
utama terapi tingkah laku
Desensitisasi
sistematik
Desensitisasi
sistematik adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi
tingkah laku. Desensitisasi sistematik digunakan untuk menghapus tingkah laku
yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau
respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu.
Desensitisasi diarahkan pada mengajar klien untuk menampilkan suatu respon yang
tidak konsisten dengan kecemasan.
Desensitisasi
sistematik juga melibatkan teknik – teknik relaksasi. Klien dilatih untuk
santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman
pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasi.
Prosedur
model pengondisian balik ini adalah sebagai berikut :
Desensitisasi
sistematik dimulai dengan suatu analisis tingkah laku atas stimulus-stimulus
yang bisa membangkitkan kecemasan pada suatu wilayah tertentu seperti
penolakan, rasa iri, ketidaksetujuan, atau suatu fobia. Disediakan waktu untuk
menyusun suatu tingkatan kecemasan-kecemasan klien dalam wilayah tertentu.
Terapis menyusun suatu daftar bertingkat mengenai situasi-situasi yang
kemunculannya meningkatkan taraf kecemasan atau penghindaran. Tingkatan
dirancang dalam urutan dari situasi yang paling buruk yang bisa dibayangkan
oleh klien kesituasi yang membangkitkan kecemasan yang tarafnya paling rendah.
Selama
pertemuan-pertemuan terapeutik pertama klien diberi latihan relaksasi yang
terdiri atas kontraksi, dan lambat laun pengunduran otot-otot yang berbeda
sampai tercapai suatu keadaan santai penuh. Sebelum latihan relaksasi dimulai,
klien diberitahu tentang cara relaksasi yang digunakan dalam desensitisasi,
cara menggunakan relaksasi itu dalam kehidupan sehati-hari, dan cara
mengendurkan bagian-bagian tubuh tertentu. Pemikiran dan pembayangan
situasi-situasi yang membuat santai seperti duduk dipinggir danau atau
berjalan-jalan ditaman yang indah, sering digunakan. Hal yang penting adalah
bahwa klien mencapai keadaan tenang dan damai. Klien diminta untuk
mempraktekkan relaksasi diluar pertemuan terapeutik, sekitar 30 menit lamanya
setiap hari. Apabila klien telah bisa belajar untuk santai dengan cepat, maka
prosedur desensitisasi bisa dimulai.
Proses
desensitisasi melibatkan keadaan dimana kien sepenuhnya santai dengan mata tertutup.
Terapis menceritakan serangkaian ituasi dan meminta klien untuk membayangkan
dirinya berada dalam setiap situasi yang diceritakan oleh terapis itu. Situai
yang netral diungkapkan dan klien diminta untuk membayangkan dirinya berada di
dalamnya. Terapis bergerak mngungkapkan situasi-situasi secara bertingkat
sampai klien menunjukan bahwa dia mengalami kecemasan, dan pada saat itulah
pengungkapan situasi diakhiri. Treatment dianggap selesai apabila klien mampu
untuk tetap santai ketika membayangkan situasi yang sebelumnya paling
menggelisahkan dan menghasilkan kecemasan.
Terapi
implosif daan pembanjiran
Teknik-teknik
pembanjiran berlandaskan paradigma mengenai penghapusan eksperimental. Teknik
ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa
pemberian perkuatan. Stampfl (1975) mengembangkan teknik yang berhubungan
dengan teknik pembanjiran yang disebut “terapi implosif” seperti halnya dengan
desensitisasi sistematik, terapi implosif berasumsi bahwa tingkah laku neurotik
melibatkan penghindaran terkondisi atas stimulus-stimulus penghasil kecemasan.
Stampfl
(1975) mencatat beberapa contoh bagaimana terapi implosif berlangsung.
Prosedur-prosedur penanganan klien mencakup :
Pencarian
stimulus-stimulus yang memicu gejala-gejala
Menaksir
bagaimana gejala-gejala berkaitan dan bagaimana gejala-gejala itu membentuk
tingkah laku klien
Meminta
kepada klien untuk membayangkan sejelas-jelasnya apa yang dijabarkannya tanpa
disertai celan atas kepantasan situasi yang dihadapinya
Bergerak
semakin dekat kepada ketakutan yang paling kuat yang dialami klien dan meminta
kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya
Mengulang
prosedur-prosedur tersebut sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien
Latihan
asertif
Latihan
asertif akan membantu bagi orang-orang yang :
Tidak
mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung
Menunjukkan
kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya
Memiliki
kesulitan untuk mengatakn “tidak”
Mengalami
kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya
Merasa
tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri
Shaffer
dan Galinsky (1974) menerangkan bagaimana kelompok-kelompok latihan asertif
atau “latiham ekspresif” dibentuk dan berfungsi. Kelompok terdiri atas delapan
sampai sepuluh anggota memiliki latar belakang yang sama, dan session terapi
berlangsung selama dua jam. Terapis bertindak sebagai penyelenggara dan
pengarah permainan peran, pelatih, pemberi perkuatan, dan sebagai model peran.
Dalam diskusi-diskusi kelompok, terapis bertindak sebagai seorang ahli,
memberikan bimbingan dalam situasi-situasi permainan peran, dan memberikan
umpan balik kepada para anggota.
Terapi
Aversi
Teknik-teknik
aversi adalah metode-metode yang paling kontroversial yang dimiliki oleh para
behavioris meskipun digunakan secara luas sebagai metode-metode untuk membawa
orang-orang kepada tingkah laku yang diinginkan. Sebagian besar lembaga sosial
menggunakan prosedur-prosedur aversif untuk mengendalikan para anggotanya dan
untuk membentuk tingkah laku individu agar sesuai dengan yang telah digariskan:
perusahaan-perusahaan menggunakan pemecatan dan penangguhan pembayaran upah,
sedangkan pemerintah menggunakan denda dan hukuman penjara.
Pengondisian
operan
Tingkah
laku operan merupakan tingkah laku yang paling bearti dalam kehidupan
sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan
alat-alat makan, bermain, dan sebagainya. Prinsip perkuatan yang menerangkan
pembentukan, pemeliharaan atau penghapusan pola-pola tingkah laku, merupakan
inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari metode-metode
pengondisian operan yang mencakup :
Perkuatan
Positif
Pembentukan
suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setlah
tingkah laku yang diharapkan muncul adalah suatu cara yang ampuh untuk mengubah
tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat baik primer (memuaskan kebutuhan-kebutuhan
fisiologis) maupun sekunder (memuaskan kebutuhan–kebutuhan psikologis dan
social), diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Contoh pemerkuat
primer adalah makanan dan tidur atau istirahat. Contoh pemerkuat sekunder
adalah yang bisa menjadi alat yang ampuh untuk membentuk tingkah laku yang
diharapkan antara lain adalah senyuman, pujian, uang dan hadiah-hadiah.
Penerapan pemberian perkuatan positif pada psikoterapi membutuhkan spesifikasi
tingkah laku yang diharapkan, penemuan tentang apa agen yang memperkuat bagi
individu dan penggunaan perkuatan positif secara sistematis guna memunculkan
tingkah laku yang diingkan.
Pembentukan
Respon
Dalam
pembentukan respon, tingkah laku sekarang secara bertahap diubah dengan
memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara
berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respon berwujud
pengemabangan suatu respon yang pada mulanya tidak terdapat dalam
perbendaharaan tingkah laku individu.
Perkuatan
Intermiten
Perkuatan
intermiten diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang spesifik.
Tingkah laku dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan
terhadap pengahpusan disbanding dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui
pemberian perkuatan yang terus-menerus.
Penghapusan
Terapis,
guru dan orang tua yang menggunakan penghapusan sebagai teknik utama dalam
mengahpus tingkah laku yang tidak diinginkan harus mencatat bahwa tingkah laku
yang tidak diinginkan itu pada mulanya bias menjadi lebih buruk sebelum
akhirnya terhapus atau dikurangi.
Pencontohan
Dalam
pencontohan, individu mengamati seorang model dan kemudian diperkuat untuk
mencontoh tingkah laku sang model. Bandura (1969) menyatakan bahwa belajar yang
bias diperoleh melalui pengalaman langsung bias pula diperoleh secara tidak
langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut
konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan social tertentu bias
diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada.
Token
Economy
Metode
token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuari
dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bias diraba lainnya tidak memberikan
pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bias diperkuat dengan
perkuatan-perkuatan yang bias diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang
nantinya bias ditukar dengan objek-obejk atau hak istimewa yang diingini.
Metode token economy sangat mirip dengan yang dijumpai dalam kehidupan nyata,
misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil pekerjaan mereka. Penggunaan
tanda-tanda sebagai pemerkuat-pemerkuat bagi tingkah laku yang layak memiliki
beberapa keuntunga, yaitu : 1. Tanda-tanda tidak kehilangan nilai insentifnya,
2. Tanda-tanda bisa mengurangi penundaan yang ada diantara tingkah laku yang
layak dengan ganjarannya, 3. Tanda-tanda bias digunakan sebagai pengukur yang
kongkret bagi motivasi individu untuk mengubah tingkah laku tertentu, 4.
Tanda-tanda adalah bentuk perkuatan yang positif, 5. Individu memiliki
kesempatan untuk memutuskan bagaimana menggunakan tanda-tanda yang
diperolehnya, 6. Tanda-tanda cenderung menjembatani kesenjangan yang sering
muncul diantara lembaga dan kehidupan sehari-hari.
CONTOH KASUS:
Contoh
Kasus Teknik Penghapusan
–
Jika seorang anak menunjukkan kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan
guru si anak bisa menghindari pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus
kebandelan anak tersebut. Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan
kepada si anak agar belajar tingkah laku yang diinginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar